Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirreskrimsus) Polda Bali, AKBP Ranefli Dian Candra, menyatakan bahwa praktik aborsi tersebut diminati oleh siswi SMA hingga mahasiswi. Ketut Arik bersedia melakukan aborsi untuk para pasiennya dengan alasan rasa kasihan.
"Alasannya adalah karena merasa kasihan terhadap masa depan anak-anak tersebut. Niatnya memang untuk menolong, namun menolong dengan cara yang salah," kata Nefli dalam konferensi pers di kantornya, pada Senin (15/5/2023).
Ketut Arik mematok tarif sebesar Rp 3,8 juta untuk menggugurkan janin. Total sudah mencapai 1.338 wanita yang di aborsi. Ia bersedia melakukan aborsi pada janin yang usianya sangat muda, yaitu dalam rentang dua hingga tiga minggu.
Sebelum melakukan aborsi, Arik melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan calon pasien untuk memastikan usia kehamilan. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko bagi pasien yang memiliki usia kehamilan yang lebih tua. "Jika usia kehamilannya sudah terlalu besar, dia tidak berani melakukannya karena dapat membahayakan pasien," jelas Nefli, yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolres Tabanan.
Praktik aborsi ini terungkap setelah polisi melacak iklan di salah satu situs, yang kemudian diselidiki oleh Sub Direktorat (Subdit) V Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Bali. Berdasarkan hasil penyelidikan, polisi melakukan penggerebekan pada Senin (8/5/2023) sekitar pukul 21.30 WITA.