Jawa Trend - Lourdes Loyola, seorang sersan wanita Amerika Serikat keturunan Meksiko, menunjukkan bahwa hubungan antara Amerika Serikat dan Afghanistan tidak selalu terkait dengan konflik dan konsekuensi negatifnya. Lourdes Loyola bergabung dengan militer pada tahun 2009 dan telah ditugaskan ke Afghanistan sebagai tentara perdamaian sebanyak dua kali.
Pengalaman Loyola di Afghanistan membuka matanya terhadap kehidupan muslim yang berbeda dari apa yang dipaparkan media. Dia melihat bahwa umat Islam hidup seperti orang lain dengan aktivitas sehari-hari, seperti mencari nafkah dan bekerja.
Kembali ke Amerika Serikat, Loyola menyaksikan meningkatnya isu Islamofobia selama pemilihan umum. Meskipun demikian, sikapnya terhadap Islam dan umat Muslim tetap tidak terpengaruh. Ia memilih untuk membela dengan sepenuh hati ketika ada kelompok yang menyerang orang-orang tertentu.
Dengan keyakinan itu, Loyola mulai mempelajari Islam untuk mengumpulkan data dan fakta yang cukup untuk menanggapi tuduhan-tuduhan di internet. Ia mencari informasi dari Alquran dan mengunjungi masjid di Nebraska.
Loyola menghadiri acara open house di Masjid Nebraska dan mengajukan pertanyaan tentang isu warisan yang berbeda bagi pria dan wanita, serta keterkaitan Islam dengan terorisme. Jawaban-jawaban yang ia terima dari imam masjid dan seorang muslimah membuatnya tercengang. Ia menyadari bahwa larangan memakan daging babi bukan hanya perintah Tuhan, tetapi juga memiliki alasan ilmiah yang masuk akal.
Dalam perjalanan pembelajarannya, Loyola menemukan kedamaian dan kelegaan dalam Islam. Ia menerima Islam sebagai agamanya pada tanggal 10 Desember 2015. Keputusan ini tidak hanya didukung oleh suaminya, tetapi juga membuat suaminya sendiri memeluk Islam pada tahun 2018.
Loyola dan suaminya tetap menjalani pernikahan meskipun berbeda agama. Mereka memiliki pandangan bahwa setiap kasus harus dilihat secara individu, dan jika suami mendukung keislaman istri, tidak ada alasan untuk berpisah.
Keputusan Loyola juga mempengaruhi anak-anaknya. Empat bulan setelah Loyola masuk Islam, anak laki-laki pertamanya, yang saat itu berusia sembilan tahun, juga memeluk Islam. Loyola merasa bahwa memilih pasangan yang memiliki keyakinan yang sama adalah hal yang berbeda, tetapi dalam kasusnya, keputusannya untuk tetap bersama suaminya membuka jalan bagi suaminya untuk memeluk Islam.
Kisah Loyola menunjukkan bahwa ketika seseorang mempelajari agama dengan hati yang terbuka, ia dapat menemukan kedamaian, pemahaman, dan hubungan yang kuat dengan Tuhan.