Aturan dana desa itu disetujui masuk ke daftar inventarisasi masalah (DIM) nomor 561. Awalnya, diusulkan agar alokasi dana desa meningkat dari yang sebelumnya 10 persen menjadi 15 persen dari dana transfer daerah. Meski demikian, empat fraksi yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menolak alokasi dana desa diatur dengan persentase. Mereka pun usul agar dana desa langsung ditetapkan nominalnya sebesar Rp2 miliar per-desa.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menjelaskan, pengaturan anggaran dengan sistem persentase akan memunculkan ketidakpastian. Oleh sebab itu, akan lebih bagus langsung ditetapkan nominalnya. "Kalau memang tujuan dan orientasinya ini adalah untuk dana desa sebagai pengembangan, pembangunan dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan desa, kalau ini ada nominal, ini desa sudah bisa merencanakan," jelas Firman dalam rapat.
Sementara itu, anggota Baleg dari Fraksi PAN Desy Ratnasari menjelaskan bahwa persentase akan membuat sama desa sangat tergantung dari tinggi atau rendahnya dana transfer daerah. Oleh sebab itu, ada ketidakpastian. "Kalau misalkan APBN-nya lagi naik, ya 15 persen sudah keburu dipatok, dibagi-bagi; 20 persen untuk pendidikan, lalu kemudian 10 persen kalau tidak salah untuk kesehatan. Ini sudah keburu dipatok lagi 15 persen untuk dana desa, walaupun nanti ini dibilang dari dana transfer daerah," jelas Desy.
Akhirnya, Ketua Baleg Supratman Andi Agtas memutuskan usulan dana desa sebesar Rp2 miliar akan dimasukkan terlebih dahulu ke dalam draf revisi UU Desa. Meski demikian, usulan tersebut akan kembali dibahas bersama pemerintah. Keleluasaan Alokasi Dana Desa Sebelumnya, juga muncul usulan agar kepala desa (kades) punya keleluasaan alokasi dana keuangan sendiri.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan, saat ini kades tak leluasa mengalokasi dana desa karena sudah dipatok dari pemerintahan atau aturan di atasnya. "Kalau sekarang kan dipatok, anggaran untuk pengentasan kemiskinan sekian, enggak boleh ini. Padahal kan yang tahu soal kebutuhan desa siapa?" ujar Supratman saat ditemui usai rapat panja, Selasa (27/8/2023). Dia mengatakan, tak masuk akal apabila anggaran kebutuhan desa diatur oleh pihak luar.
Bagaimanapun, lanjutnya, desa punya masalah dan keunggulan masing-masing sehingga tak mungkin alokasi pengaturan anggarannya disamakan semua. Oleh sebab itu, DPR ingin kades sendiri yang diberi kewenangan untuk mengalokasikan dana untuk keperluan desanya. "Kita enggak tahu prioritas desa itu seperti apa, jenis tanamam apa yang cocok di situ, kalau jenis tanamannya dis itu holtikultura, kita paksakan dia harus tanam tanaman pangan, ya enggak mungkin kan? Logikanya seperti itu," jelas Supratman.