Jawa Trend - Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence - AI) telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat karena potensi dampaknya di masa depan. Beberapa khawatir bahwa perkembangan teknologi ini akan membawa malapetaka. Bahkan, pencipta ChatGPT, yang mempopulerkan penerapan AI, secara terang-terangan menyatakan bahwa teknologi ini berpotensi menyebabkan pengangguran massal.
Selain mengkhawatirkan potensi pengangguran, AI juga dapat mempermudah penyebaran disinformasi dan propaganda. Bahkan, para penjahat siber bisa memanfaatkan kecerdasan buatan untuk menjalankan aksi peretasan dengan lebih canggih dan efektif.
Pengaturan AI menjadi isu yang kompleks, dan banyak negara di seluruh dunia masih dalam proses merumuskan regulasi yang sesuai. Misalnya, China telah lebih awal menyusun regulasi AI di negaranya. Di AS, pihak berwenang bersama dengan para pemangku kepentingan industri juga telah beberapa kali bertemu untuk membahas aturan AI.
Meskipun banyak perdebatan seputar penggunaan dan regulasi AI, raksasa teknologi menjadi pihak yang paling diuntungkan dari teknologi ini. Contohnya, Google dan Microsoft telah melaporkan kinerja bisnis yang meningkat tajam pada kuartal kedua tahun 2023, melebihi ekspektasi para analis.
Microsoft berhasil mengantongi profit sebesar US$ 20,1 miliar, naik 20% secara tahun-ke-tahun, dengan penjualan yang meningkat tajam menjadi US$ 56,2 miliar.
Investasi besar diperlukan untuk mengembangkan teknologi AI. Dari segi teknis saja, infrastruktur yang rumit diperlukan, dan memerlukan tenaga kerja berkualitas tinggi untuk mengembangkan layanan AI berstandar tinggi. Namun, investasi ini dipandang sebagai suatu keharusan dalam jangka panjang untuk dapat bertahan dalam persaingan industri yang ketat. Para investor pun bersemangat menyikapi hasil kinerja yang gemilang dari Microsoft dan Alphabet.
Setelah melaporkan kinerja pada kuartal kedua, saham Microsoft naik sebesar 4%, sementara saham Alphabet naik hingga 7%.