Jawa Trend - Pengendara memiliki kewajiban untuk mengetahui tata cara berbelok atau berpindah lajur, termasuk penggunaan isyarat tangan sebagai alternatif selain lampu penanda belok atau lampu sein.
AKBP Budiyanto, seorang Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum, yang juga merupakan mantan Kasubdit Penegakan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa isyarat tangan merupakan salah satu aspek dalam berkendara.
Menurut Budiyanto, Pasal 112 Ayat (1) dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Nomor 22 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pengemudi yang akan berbelok atau berbalik arah wajib memperhatikan situasi lalu lintas di depan, samping, dan belakang kendaraan. Selain itu, pengemudi juga diwajibkan memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.
Berikut kutipan dari Pasal 112 LLAJ Nomor 22 Tahun 2009:
(1) Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.
(2) Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.
(3) Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.
Penegakan aturan tersebut memiliki tujuan yang jelas. Budiyanto mengungkapkan bahwa banyak pengendara motor yang tidak memperhatikan keselamatan pengguna jalan lain saat berpindah jalur, berbelok, atau berbalik arah.
"Terlebih lagi, banyak dari mereka yang berbelok atau berbalik arah melakukan gerakan secara tiba-tiba dengan memotong, yang jelas akan mengagetkan pengguna jalan lainnya dan berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas," jelasnya.
Bahkan, tidak memberikan isyarat tangan atau menyalakan lampu sein saat akan berbelok, memutar, atau berbalik arah dapat dianggap sebagai pelanggaran lalu lintas.
"Ketidakpatuhan tersebut dapat dikenai sanksi karena dapat membahayakan dan berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Edukasi dan sosialisasi mengenai tata cara berlalu lintas yang benar harus terus dilakukan untuk membentuk karakter disiplin berlalu lintas," tambahnya.