Jawa Trend - Harga berbagai macam produk konsumsi masyarakat sehari-hari diprediksi melonjak seiring dengan wacana pengenaan cukai plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) yang disebut akan berlaku mulai 2024.
Hal ini dikemukakan oleh Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman seluruh Indonesia (Gapmmi), pihaknya sempat melakukan simulasi penerapan cukai dan disimpulkan dapat mempengaruhi kenaikan harga produk hingga 30%.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan kebijakan pengenaan cukai akan berdampak pada penjualan dan kinerja industri makanan dan minuman di Indonesia. Dia meminta agar asosiasi dan pelaku industri dilibatkan dalam perumusan dan cara penerapan pengenaan cukai tersebut.
Terlebih, dampak dari pelemahan rupiah telah dirasakan industri mamin, di mana harga bahan baku, biaya logistik, hingga bahan bakar minyak (BBM) solar yang melonjak sehingga berdampak pada bahan pokok produksi.
"Bagi industri kecil yang rentan, tentunya mereka akan kesulitan, mereka akan rugi. Oleh sebab itu, saya lihat banyak mereka yang sudah menaikkan harga atau juga mengurangi ukuran jualnya," kata Adhi kepada Bisnis, dikutip Senin (20/11/2023).
Di sisi lain, GAPMMI masih terus berupaya menjelaskan kepada pemerintah jika penerapan cukai untuk minuman berpemanis akan berdampak pada industri dan bukan merupakan jalan yang terbaik.
"Saya kira sekarang ini masih belum stabil di industri karena bahan baku masih tinggi, harga energi masih tinggi, sementara harga jual tidak bisa naik cukup tinggi. Kalau cukai dikenakan lebih berat lagi, sangat berdampak," pungkas Adhi.
Senada, Business Development Director Indonesian Packaging Federation (IPF) Ariana Susanti mengatakan, pihaknya menentang kebijakan tersebut karena dapat merugikan konsumen sekaligus menurunkan daya saing industri yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
"Cukai plastik hanya akan membebani biaya produk FMCG dan berdampak inflasi kepada konsumen. Pemakaian plastik untuk kemasan tidak akan berkurang dengan diterapkannya cukai plastik," kata Ariana.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono mengatakan apabila tujuan cukai plastik untuk mengurangi penggunaan sampah plastik, maka pemerintah salah mengambil langkah.
"Implementasinya susah sekali, dalam aturan mainnya itu bagaimana cara menerapkannya? Satu mesin plastik itu dipakai untuk berbagai jenis dan ukuran, tetapi yang dikenakan ini kan plastik sekali pakai," ujarnua.
Fajar menuturkan cukai plastik justru menjadi tantangan baru bagi industri untuk mengatur ulang kategorisasi permesinan. Bahkan, industri plastik terancam untuk mengeluarkan cost lebih tinggi dengan modal mesin baru.
Sebab, mesin yang memproduksi plastik sekali pakai juga digunakan untuk produksi plastik lainnya. Dia mencontohkan, mesin produksi polybag untuk pertanian yang juga digunakan untuk memproduksi shopping bag.
Menurut Fajar, cukai dapat memicu peningkatan ongkos produksi. Dengan kondisi tersebut, pelaku usaha diprediksi akan lebih memilih untuk impor produk plastik, alhasil tenaga kerja industri akan terpangkas.