Jawa Trend - Indonesia Budget Center (IBC) mencatat ada ratusan triliun bantuan sosial (bansos) yang digelontontkan pemerintah. Masuk ke tahun politik, dana bansos ini disebut rawan menjadi embel-embel kampanye pasangan calon tertentu.
Direktur Eksekutif IBC Arif Nur Alam memandang ada peningkatan bansos menjelanh pemilu. Contohnya, pada 2024 direncanakan sebesar Rp.496,8 triliun. Angka ini meningkat sebesar Rp.53,3 triliun atau 12 persen dibanding realisasi anggaran perlindungan sosial tahun 2023 yang direalisasikan sebesar Rp.443,5 triliun.
Dia mengatakan, penyaluran beragam bansos yang belum optimal juga jadi sorotan. Atas dasar itu, dia memandang perlu ada perhatian pada kenaikan anggaran bansos di tahun politik
"Kenaikan anggaran perlindungan sosial tahun 2024 mencapai 12 persen atau sebesar Rp 53 triliun belum didukung tata kelola yang transparan sehingga rentan menjadi bancakan politik pada Pemilu 2024," tegasnya.
Distribusi Bansos 2023
Arif mencatat, distribusi anggaran bansos 2023 ke beberapa pos. Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH) dengan anggaran Rp 37,4 triliun dan sasaran 21,35 juta KPM. Kedua, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dengan anggaran Rp 28,8 triliun dan 18,5 juta KPM. Ketiga, Bantuan Sembako Pangan (BSP) dengan anggaran Rp 45,1 triliun dan sasaran 10 juta KPM.
Keempat, Bantuan Langsung Tunai dari Dana Desa (BLT DD) dengan anggaran Rp 28,2 triliun dan sasaran 12 juta KPM. Kelima, Program Sentra Kreasi dengan anggaran Rp 7 triliun. Keenam, Bantuan Keuangan Khusus Kabupaten dan Kota dengan anggaran Rp 286,1 triliun.
Ketujug, Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan anggaran Rp 46,5 triliun dan sasaran 111 juta PBI. Kedelapan, Beasiswa dan Bansos Pendidikan dengan anggaran Rp 35,94 dan sasaran 20 juta KPM.
Modus Politisasi
Lebih lanjut, dia merinci beberapa modus politisasi bansos di tahun politik. Yakni, penyalahgunaan data penerima, penyelewengan dana, penggunaan simbol atau atribut peserta pemilu.
Selanjutnya, personifikasi kebijakan bansos, hingga mempengaruhi preferensi politik masyarakat penerima bansos.
Arif juga mencatat setidaknya ada 4 aktor yang bisa terlibat dalam politisasi bansos ini.
Pertama, peserta pemilu. Ini rawan dalam memberikan bansos pada calon pemilih tertentu. Penggunaan simbol partai dalam penyaluran bansos, hingga mengklaim bansos jadi program prestasi individu atau partai tertentu.
ASN-Masyarakat
Kedua, penyelenggara negara atau ASN. Dengan modus, mendukung atau memihak peserta pemilu tertentu dengan memanipulask data penerima. Menyalurkan bansos secara tidak adik. Serta menggunakan fasilitas negara untuk pemenangan.
Ketiga, BUMN dan BUMD dengan modus menyalurkan bansos melalui perusahaan tertentu untuk mendukung peserta pemilu. Menggunakan dana/aset perusahaan untuk kepentingan kampanye. Serta, memberikan bansos kepada laryawan atau mitra bisnis tertentu.
Keempat, masyarakat penerima dengan modus mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, misalnya menjual atau menukar bansos dengan barang atau jasa lain. Menerima bansos ganda dari berbagai sumber. Serta, menggunakan bansos untuk mendukung atau menolak peserta pemilu tertentu.